Defenisi
Dan Ruang Lingkup
Istilah
taksonomi diciptakan oleh A.P. de Candolle, seorang ahli tumbuhan
bangsa Swiss di herbarium Genewa, yang artinya teori tentang
klasifikasi tumbuhan (Rideng, 1989). Secara etimologi taksonomi
berasal dari bahasa Yunani: takson artinya unit atau kelompok, dan
nomos artinya hukum; jadi hukum atau aturan yang digunakan untuk
menempatkan suatu makhluk hidup pada takson tertentu. Kegiatan pokok
taksonomi tumbuhan ada tiga yaitu penamaan, pertelaan ciri- ciri dan
penggolongan. Taksonomi merupakan bagian dari sistematika
(Rifai,1976). Sistematika cakupannya lebih luas yaitu meliputi
taksonomi, studi evolusi dan filogeni (Stuessy,1989).
Tujuan
Tujuan
taksonomi tumbuhan adalah:
Untuk penemuan flora-flora di dunia
Memberikan sebuah metode identifikasi dan komunikasi yang tepat
Menghasilkan sistem klasifikasi yang terkait dan menyeluruh
Memberikan nama ilmiah yang benar pada setiap takson tumbuhan sesuai
dengan aturan tata nama tumbuhan.
Membuat keteraturan dan keharmonian ilmu pengetahuan mengenai
organisme sehingga tercipta suatu sistim yang sederhana dan dapat
digunakan orang lain.
Ahli
taksonomi tumbuhan mempunyai peranan dan tanggung jawab dalam
membantu usaha konservasi jenis, membuat cagar alam dan mencegah
punahnya jenis-jenis tumbuhan tertentu. Taksonomi tumbuhan juga
mempunyai peranan dalam program-progam pembangunan menuju ke
swasembada pangan mencakup:
a.
Intensifikasi; yaitu dengan memberikan saran dalam memilih tumbuhan
antar varietas atau antar jenis yang hendak disilangkan untuk
memperoleh bibit unggul.
b.
Diversifikasi (pembudidayaan berbagai jenis tanaman); taksonomi
tumbuhan dapat membantu memilih jenis-jenis tumbuhan yang cocok untuk
tujuan tersebut.
c.
Ekstensifikasi (perluasan areal); taksonomi dapat memilih jenis
tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indikator tanah.
Di
samping itu taksonomi juga berperan dalam pengembangan obat-obat
tradisional. Dalam industri
tempe
misalnya, taksonomi dapat berperan dalam memilih jenis-jenis lain
yang semarga dengan kedelai (bahan baku tempe) yang mempunyai kadar
lemak dan protein yang lebih tinggi, sehingga secara teoritis dapat
juga dipakai sebagai bahan baku tempe di samping kedele yang sudah
umum dikenal (Rideng, 1989).
Hubungan
Dengan Ilmu Botani Lain
Seorang
ahli taksonomi harus mempunyai pengetahuan tentang morfologi,
embriologi, anatomi, sitogenetik dan ilmu sejenis lainnya. Cabang
ilmu ini merupakan dasar dari botani, tapi di lain pihak
perkembangannya sangat tergantung pada kemajuan cabang-cabang botani
lainnya. Data- data yang diungkapkan sebagai hasil penelitian
sitologi, genetika, anatomi, ekologi, morfologi, palinologi,
palaentologi, fitogeografi, fitokimia dan cabang-cabang botani lain
sangat berguna bagi botani sistematika. Akan tetapi ilmu-ilmu itu
sendiri tidaklah akan berjalan pesat secara efisien tanpa bantuan
botani sistematika. Percobaan-percobaan yang dilakukan dalam
cabang-cabang botani yang banyak tersebut tidak mungkin dapat
diulangi dan kebenaran kesimpulannya dikukuhkan kalau identitas atau
nama tumbuhan objeknya meragukan. Kekurangcermatan dalam penamaan
objek percobaan akan menyebabkan nilai suatu penelitian merosot atau
bahkan tidak ada harganya sama sekali (Rifai, 1989).
Tahap
Perkembangan
Menurut
Davis and Heywood (1963), ada 4 tahapan perkembangan taksonomi yaitu:
1. Fase eksplorasi; 2. Fase konsolidasi; 3. Fase biosistematik; 4.
Fase ensiklopedik. Turril (1935) membagi tahap ini dengan cara yang
berbeda, lebih menunjukkan kesinambungan antara satu fase ke fase
yang lain, yaitu: taksonomi alfa yang ekuivalen dengan fase
eksplorasi dan konsolidasi, dan taksonomi omega ekuivalen dengan fase
ensiklopedik. Taksonomi alfa lebih kurang sepenuhnya tergantung pada
ciri morfologi luar, sedangkan taksonomi omega menekankan pada semua
ciri taksonomi yang ada.
Fase
Eksplorasi
Fase
eksplorasi disebut juga fase pioneer, sesuai dengan salah satu tujuan
taksonomi yaitu inventarisasi semua tumbuhan yang ada di muka bumi.
Pada fase ini yang lebih ditekankan adalah identifikasi yang
didasarkan pada herbarium yang jumlahnya terbatas. Acuan utama adalah
morfologi dan distribusi tumbuhan tersebut.
Fase
Konsolidasi
Fase
ini disebut juga fase sistematika. Pada fase ini studi lapangan
dilakukan secara intensif dan bahan herbarium sudah lebih lengkap.
Banyak tumbuhan yang dinyatakan sebagai jenis pada fase eksplorasi
ternyata merupakan varian dari jenis lainnya dan banyak menemukan
jenis-jenis baru. Pada fase ini flora dan dasar-dasar monografi mulai
diterbitkan.
Fase
Biosistematika
Fase
ini disebut juga fase eksperimental. Pengetahuan terhadap tumbuhan
bukan hanya pada distribusi geografis tetapi juga informasi pada
tingkat yang lebih luas misalnya jumlah dan morfologi kromosom. Pada
fase ini kegiatan yang menonjol adalah: analisis sistem kawin silang,
pola variasi dan penelitian yang menyangkut aspek-aspek taksonomi di
bidang kimia (kemotaksonomi), taksonomi kuantitatif (numerical
taxonomy), sitologi, anatomi, embriologi, palinologi.
Fase Ensiklopedik
Fase
ini merupakan koordinasi dari ketiga fase sebelumnya. Semua data
(ciri taksonomi) yang ada dianalisis dan disintesis untuk membuat
satu atau lebih sistem klasifikasi yang mencerminkan hubungan
kekerabatan secara filogenetis.