Evolusi secara genetika dapat diartikan sebagai perubahan frekuensi alel gen
dalam populasi. Berdasarkan hal ini, kemungkinan evolusi melalui perubahan alel
gen dapat diprediksi. Pada 1908, dua orang peneliti, George H. Hardy dan ilhelm
einberg, secara terpisah menyadari bahwa meskipun segregasi dan rekombinasi gen
selama reproduksi menyebabkan variasi antarketurunan, hal tersebut tidak akan
mengubah frekuensi relatif gen. Berdasarkan hal tersebut, mereka merumuskan
syarat-syarat kondisi yang menyebabkan frekuensi gen dalam populasi tetap
sama.
Syarat-syarat tersebut kini dikenal dengan Hukum Hardy- einberg. Menurut
hukum ini, frekuensi relatif gen dalam populasi akan tetap sama dari generasi ke
generasi, jika:
- populasi berukuran besar;
- tidak terjadi mutasi;
- semua genotipe memiliki peluang yang sama;
- tidak terjadi migrasi pada lungkang gen (gene pool);
- semua perkawinan dalam populasi terjadi secara acak.
Syarat-syarat tersebut dapat juga disebut sebagai syarat evolusi tidak
terjadi. Jika syarat ini terpenuhi, evolusi tidak terjadi.
Hukum Hardy- einberg juga dapat dijadikan dasar untuk menghitung frekuensi
genotipe yang berbeda dalam lungkang gen yang stabil. Misalkan, Anda seorang
ahli genetika yang mempelajari sifat warna bunga yang dipengaruhi oleh dua alel
A dan a, yang mengikuti aturan dominansi sederhana pada satu lokus. Gen A
mengatur warna bunga merah dan gen a mengatur warna bunga putih. Setelah
melakukan survei di alam, didapatkan fenotipe bunga putih (aa) hanya 4%, adapun
sisanya 96% bunga warna merah bergenotipe AA atau Aa.