1.
Hipertensi
Hipertensi
merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya PJK
Penelitian di berbagai tempat di Indonesia (1978) mendapatkan
prevalensi hipertensi untuk Indonesia berkisar antara 6-15%,
sedangkan di negara-negara maju seperti misalnya Amerika National
Health Survey menemukan frekuensi yang lebih tinggi yaitu mencapai
15-20%. Lebih kurang 60% penderita hipertensi tidak terdeteksi, 20%
dapat diketahui tetapi tidak diobati atau tidak terkontrol dengan
baik, sedangkan hanya 20% dapat diobati dengan baik.
Penyebab
kematian akibat hipertensi di Amerika adalah kegagalan jantung 45%,
miokard infark 35%, cerebrovascular accident 15% dan gagal ginjal 5%.
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat
perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi
pada kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi
hipertrofi dari tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan
penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi
penyempitan pernbuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila
mengenai miokardium, arteridan arterial sistemik arteri koroner dan
serebral serta pembuluh darah ginjal.
Komplikasi
terhadap jantung akibat hipertensi yang paling sering terjadi adalah
kegagalan ventrikel kiri, PJK seperti angina pektoris dan miokard
infark. Dari beberapa penelitian didapatkan ±50% penderita miokard
infark menderita hipertensi dan 75% kegagalan ventrikel kiri
penyebabnya adalah hipertensi. Perubahan hipertensi khususnya pada
jantung disebabkan karena :
a.
Meningkatnya tekanan darah.
Peningkatan
tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini
tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.
b.
Mempercepat timbulnya aterosklerosis.
Tekanan
darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung
terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan
terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini
menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark
lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibandingkan orang
normal.
Tekanan
darah gistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar.
Kejadiannya PJK pada hipertensi sering ditemukan dan secara langsung
berhubungan dengan tingginya tekanan darah sitolik. Penelitian
Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun
mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya
angina pektoris dan miokard infark.
Juga
pada penelitian tersebut didapatkan penderita hipertensi yang
mengalami miokard infark mortalitasnya 3x lebih besar daripada
penderita yang normotensi dengan miokard infark.
Hasil
penelitian Framingham juga mendapatkan hubungan enters PJK dan
tekanan darah diastolik. Kejadian miokard infark 2x 1ebih besar pada
kelompok tekanan darah diastolik 90-10 mmHg dibandingkan tekanan
darah diastolik (85 mmHg, sedangkan pada tekanan darah diastolik )
105 mmHg 4x lebih besar. Penelitian Stewart 1979 & 1982 juga
memperkuat hubungan antara kenaikan tekanan darah diastolik dengan
risiko mendapat miokard infark.
Apabila
hipertensi sistolik dan diastolik terjadi bersamaan maka akan
menunjukken risiko yang lebih baser dibandingkan penderita yang
tekanan darahnya normal. Hipertensi sistolik saja ternyata
menunjukkan risiko yang lebih tinggi daripada hipertensi diastolik
saja. Uchenster juga melaporkan bahwa kematian PJK lebih berkorelasi
dengan tekanan darah sistolik dibandingkan tekanan darah diastolik.
Pemberian
obat yang tepat pada hipertensi dapat mencegah terjadinya miokard
infark dan kegagalan ventrikel kiri akan tetapi perlu juga
diperhatikan efek samping dari obat- obatan dalam jangka panjang.
Oleh sebab itu pencegahan terhadap hipertensi merupakan usaha yang
jauh lebih baik untuk menurunkan risiko PJK.
Tekanan
darah yang normal merupakan penunjang kesehatan yang utama dalam
kehidupan dan ada hubungannya dengan faktor keturunan, perilaku dan
cara kehidupan, kebiasaan merokok dan alkoholisme, diet serta
pemasukan Na & K yang seluruhnya adalah faktor-faktor yang
berkaitan dengan pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga
berhubungan dengan tekanan derah sistolik, seperti yang didapatkan
pada penelitian Fraser dkk orang-orang dengan kesegaran jasmani yang
optimal tekanan darahnya cenderung lebih rendah.
Penelitian
di Amerika Serikat melaporkan pada dekade terakhir ini telah terjadi
penurunan angka kematian PJK sebanyak 25%. Keadaan ini mungkin akibat
hasil dari deteksi dini dan pengobatan hipertensi pemakaian
beta-blokel dan bedah koroner serta perubahan kebiasaan merokok.
2.
Hiperkolesterolemi
Hiperkolesterolemi
merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk salah satu
faktor risiko utama PJK di samping hipertensi dan merokok. Di Amerika
pada saat ini 50% orang dewasa didapatkan kadar kolesterolnya >
200 mg/dl dan ± 25% dari orang dewasa umur > 20 tahun dengan
kadar kolesterol > 240 mg/dl, sehingga risiko terhadap PJK akan
meningkat.
Kolesterol,
lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh derah tersebut
menyempit dan proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh
darah ini akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat
tersumbat sehingga aliran derah pada pembuluh derah koroner yang
fungsinya memberi O2 ke jantung menjadi berkurang.
Kurangnya O2 akan menyebabkan otot jantung menjadi lemah,
sakit dada, serangan jantung bahkan kematian. Kadar kolesterol darah
dipengaruhi oleh ke dalam tubuh (diet).
3.
Merokok
Pada
saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko
utama PJK di samping hipetensi dan hiperkoiesterolemi. Orang yang
merokok > 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat
efek dua faktor utama risiko lainnya.
Penelitian
Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki
perokok 10x lebih besar daripada bukan perokok dan pada perempuan
perokok 4.5 X lebih besar daripada bukan perokok. Rokok dapat
menyebabkan 25% kematian PJK pada laki-laki dan perempuan umur <
65 tahun atau 80% kematian PJK pada laki-laki umur < 45 tahun.
Efek
rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan
oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi O2 akibat
inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan tahikardi,
vasokonstruksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merubah 5-10% Hb menjadi carboksi-Hb. Di samping itu rokok
dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum
jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol
makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL
kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok
juga dapat meningkatkan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid,
pembentukan platelet yang abnormal pada diabetes disertai obesitas
dan hipertensi, sehingga orang yang perokok cenderung lebih mudah
terjadi proses aterosklerosis daripada yg bukan perokok.
Apabila
berhenti merokok penurunan risiko PJK akan berkurang 50% pada akhir
tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak
merokok setelah berhenti merokok 10 tahun. Dall & Peto 1976
mendapatkan risiko infark akan turun 50% dalam waktu 5 tahun setelah
berhenti merokok.